
Timo Scheunemann
Beberapa tahun terakhir, Sekolah Sepak Bola (SSB) banyak berdiri di Indonesia. Mulai dari SSB yang profesional hingga SSB yang hanya untuk memberikan pelatihan kepada anak-anak sekolah dasar. Keberadaan SSB diharapkan mampu mencetak para atlet sepak bola yang berkualitas, namun masih banyak yang harus dilakukan untuk mendapatkan calon pemain maupun pemain yang berkualitas. Salah satunya adalah kurikulum untuk sepak bola. Tamu kita kali ini adalah Timo Scheunemann, mantan pelatih Persema Malang.
Menurut Timo, kurikulum dibuat supaya pelatih-pelatih dan pengurus klub terutama SSB di seluruh Indonesia bisa mendapatkan pemahaman tentang apa yang harus dilatih dan apa yang jangan dilatih bergantung pada usia anak didiknya. Dalam hal ini yang terpenting pelatih sebagai pembina untuk tetap mendidik pemain mengutamakan sekolah. Jangan sampai pemain dibohongi. Bahkan oleh dirinya sendiri bahwa dia pasti akan menjadi pemain sepak bola terkenal. 99,9% di dunia bermain sepak bola tanpa kontrak, maksudnya tidak bermain secara profesional. Jadi pendidikan harus tetap diutamakan.
Timo mengatakan, saat ini sudah bukan zamannya lagi kita menciptakan pemain bola yang hanya bisa bola. Kita harusrenaissance man, yaitu orang yang bisa banyak hal. Jadi, bukan hanya bola. Sudah bukan zamannya, termasuk SSB. Sepuluh tahun lalu adalah zamannya SSB berdiri di mana-mana. Sekarang bukan zamannya itu lagi. Sekarang zamannya SSB menjadi quality SSB. Karena itu saya mengharapkan kurikulum ini bisa membantu, termasuk juga pemahaman mentalnya di situ. Jangan sampai pelatih, orang tua, dan lain-lain menomorduakan sekolah, atau tidak mengerti pentingnya arti sekolah untuk perkembangan pemain.
Berikut wawancara Perspektif Baru dengan Wimar Witoelar sebagai pewawancara dengan narasumber Timo Scheunemann.